Menguak Desa Trunyan, Desa Mistis yang kental akan Adat Tradisi dengan Keunikan Budayanya

Wisata —Sabtu, 24 Jul 2021 14:56
    Bagikan  
Menguak Desa Trunyan, Desa Mistis yang kental akan Adat Tradisi dengan Keunikan Budayanya
Menguak Desa Trunyan, Desa Mistis yang kental akan Adat Tradisi dengan Keunikan Budayanya-pinterest

BALI, DEPOSTBALI

Bali adalah sebuah pulau kecil di Indonesia yang besar akan keragaman tradisi dan wisata alamnya, untuk panorama alam Bali siapapun yang pernah berkunjung kesana pasti akan menyebut nya bak surga dunia.

Namun tidak hanya panorma alam yang memukau Indah, Bali juga dikenal kental dengan tradisi yang turun temurun yang tetap terjaga sampai sekarang ini.

Baca juga: Delicious Food Recipes, How To Make Purple Potato Klepon That Can Accompany Relaxing Time

Baca juga: Info Kesehatan, Kamu Wajib Tahu Sayuran yang Mengandung Cacing Pita

Baca juga: Resep Makanan Enak, Cara Membuat Klepon Ubi Ungu yang Dapat Menemani Waktu Bersantai

Jika anda berkujung ke Kintamani di Pulau Bali, alangkah sayang bila kita tidak sekalian mampir ke Desa Trunyan, Bali. Pasalnya, lokasi ini merupakan salah satu desa adat sekaligus desa tertua di Pulau Dewata. Berlokasi di tepi timur Danau Batur, untuk menuju lokasi desa ini kita harus menggunakan perahu menyusuri lereng Bukit Abang, di tepi Danau Batur sekitar 45 menit.

Ada satu adat yang wajib anda ketahui bahwa disana Mayat tidak kubur atau dibakar melalui ritual Ngaben seperti umumnya masyarakat di Pulau Bali.
Di sini mayat sengaja dibiarkan membusuk di permukaan tanah dangkal berbentuk cekungan panjang di bawah udara terbuka.

Baca juga: Ramalan Zodiak Hari Ini 24 Juli 2021, Scorpio Intropeksi Diri Sedangakan Capricorn Beradaptasi di Lingkungan Baru

Baca juga: Inilah Manfaat Bawang Putih yang Baik untuk Kesehatan Tubuh

Baca juga: Resep Makanan Enak, Cara Membuat Sate Taichan yang Nikmat dan Anti Gagal

Mungkin untuk sebagian orang akan terlihat tidak lazim namun di sana sudah menjadi tradisi dari para leluhur , tradisini bisa disebut juga dengan Mepasah atau "Kubur Angin".

image/pinterest

asal usul penguburan ala Mepasah ini, konon juga bermula dari perintah Ratu Sakti Pancering Jagat saat masih menjadi raja di Trunyan dahulu. Sengaja diniatkan untuk mengurangi dampak harum pohon taru menyan yang menyebar ke mana-mana. Konon, dari keberadaan nama pohon taru menyan ini pulalah nama Desa Truyan berasal.

Baca juga: Hukum dan Niat Puasa Senin Kamis Beserta Keuntungannya

Baca juga: Fakta dan Penjelasan Mengenai Warna Zebra yang Sebenarnya

Baca juga: Resep Makanan Enak, Cara Membuat Iga Bakar Saus Plum

Menariknya, adanya perbedaan teknik penguburan tersebut bersumber dari adanya perbedaan kategori umur, status, cara kematian, dan kondisi jasad saat warga Trunyan meninggal. Mereka yang di-mepasah-kan ialah orang-orang yang saat meninggal telah berstatus berumah tangga, atau masih bujangan (teruna), perawan (debunga), dan anak kecil yang telah tanggal gigi susunya (mekutus). Selain itu, proses kematian orang-orang ini juga dianggap normal atau wajar, entah karena sakit biasa atau usia tua.

Sedangkan yang dikebumikan ialah mereka yang saat meninggal jasadnya rusak, cacat, terdapat luka yang belum sembuh karena sakit tertentu seperti sakit cacar atau lepra. Selain itu, juga bagi orang-orang yang proses kematiannya dianggap tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri.

Baca juga: These are Weird But Real Health Facts You Must Know

Baca juga: Tulang Hewan yang Disembelih Ternyata Makanan Jin Muslim

Baca juga: Air Terjun Taman Beji Griya, Objek Wisata Spiritual di Bali dan Tersembunyi


Harus di ketahui juga di Desa Trunyan terdapat tiga kategori pemakaman: yaitu Sema Wayah, Sema Nguda, dan Sema Bantas. Pada lokasi Sema Wayah, tempat ini dikhususkan bagi orang-orang yang termasuk pada kategori kubur angin atau Mepasah. Berada di sebelah utara desa induk, Belongan Trunyan, naik sampan kecil dibutuhkan waktu sepuluh menit menuju lokasi pemakaman Sema Wayah.

Yang uniknya tempat pemakaman di Sema Wayah hanya terdiri dari tujuh petak saja. Artinya, setiap ada penduduk Trunyan meninggal dan hendak dimakamkan secara kubur angin, maka akan dipilihlah petak yang jenazahnya sudah paling lama diletakkan di sana. Setelah dilakukan sembahyang untuk memohon izin kepada penghuni lama, dan semua tulang-belulang penghuni lama telah disingkirkan ke samping di luar petak, maka barulah jenazah baru itu akan ditempatkan di petak kosong tersebut.

Baca juga: Resep Makanan Enak, Cara Membuat Tongseng Kambing yang Empuk dan Tidak Bau

Baca juga: Beji Griya Waterfall, a Hidden and Spiritual Tourist Attraction in Bali

Baca juga: Amed Beach Tourist Destinations in Bali With Black Sand and Underwater Views

Sedangkan di lokasi Sema Bantas, tempat ini dipergunakan bagi orang-orang yang pemakamannya dilakukan dengan cara kubur tanah. Awalnya lokasinya terletak di perbatasan Belongan Cimelandung dan Desa Abang. Namun dalam perkembangan kemudian kompleks pemakaman ini diperluas ke Tempek Puseh, tepatnya di sebelah tenggara desa induk Trunyan. Di sana juga dibuat sebuah Sema Bantas baru.

Lain lagi peruntukan di Sema Nguda. Tempat ini ialah pemakaman khusus bagi orang-orang yang berstatus belum menikah dan anak-anak meketus. Mereka semua dimakamkan secara Mepasah. Namun di sini juga jadi tempat penguburan bagi anak-anak bayi yang belum memasuki fase meketus dan dimakamkan dengan cara kubur tanah. Lokasi kompleks pemakaman terbilang susah dicapai karena pantainya curam, berada di antara desa induk Belongan Trunyan dan lokasi kompleks makam Sema Wayah.

Baca juga: Inilah Fakta Kesehatan yang Aneh Tapi Nyata dan Kamu Wajib Tahu

Baca juga: Mengulik Sejarah dan Filosofi Sate Lilit, Masakan Khas Bali

Baca juga: Desa Jatiluwih Tabanan Bali, Desa Dengan Pemandangan Sawah Yang Mempesona


selain itu orang Hindu-Trunyan sendiri memiliki dua upacara kematian: Ngutang Mayit dan Ngaben atau Pengabenan. Bagi mereka ritual Ngutang Mayit saja belumlah cukup. Pasalnya, jiwa atau roh si mati belum dapat dibebaskan sepenuhnya dari ikatan badan kasarnya. Si mati belum bisa menuju ke Dalem (dunia orang mati) untuk dari sana bereinkarnasi dan terlahir kembali di Trunyan. Oleh karena itu, kewajiban bagi keluarga ialah melakukan upacara kematian atau penyucian tahap kedua bagi mereka yang telah meninggal.

Menurut keyakinan eskatologis Hindu-Trunyan, bagi orang-orang yang dimakamkan di Sema Nguda, maka keluarga yang ditinggalkan tidak perlu mengadakan upacara Ngaben. Orang-orang yang belum menikah, teruna (bujangan) maupun debunga (perawan) dan anak-anak kecil yang telah masuk fase meketus maupun belum, dianggap masih suci. Mereka bisa serta merta kembali ke kawah (surga), tanpa harus disucikan kembali melalui Ngaben. Mereka ialah golongan yang disayangi Ratu Sakti Pancering Jagat, sehingga tidak perlu mengalami reinkarnasi lagi ke bumi (Trunyan).

image/pinterest

Baca juga: Inilah Fakta Unik Tentang Bali yang Belum Kamu Tahu

Baca juga: Resep Makanan Enak, Cara Membuat Gulai Kambing yang Empuk dan Tidak Bau

Baca juga: Inilah Luka Batin Masa Kecil yang Akan Terbawa Hingga Tumbuh Dewasa

Untuk keperluan ritual Pengabenan, dibuatlah lambang-lambang jenasah. Disebut prerai, ialah semacam representasi simbolik dari mereka yang hendak di-aben-kan. Bentuknya ialah boneka terbuat dari kayu cendana dan boneka terbuat daun lontar. Selain itu, juga dibuat alat pengangkutnya yang disebut wadah. Berbentuk sebuah bangunan bertingkat dua, diberi hiasan atau simbol kepala raksasa (kala) yang disebut boma. Prerai dari kayu cendana diletakkan pada wadah bagian tingkat atas; prerai dari daun lontar diletakkan pada wadah di bagian bawah.

Baca juga: Hotel PI Bedugul Bali yang Sudah Terbengkalai dan Menyimpan Cerita Mistis

Baca juga: 5 Makanan Khas Bali yang Paling Terkenal Hingga Saat Ini

Baca juga: Mengenal Ciri-ciri Pemrograman Berorientasi Objek Untuk Pemula


Setelah melalui serangkaian ritual panjang sebagaimana pada sesi ritual Ngutang Mayit, maka prerai berbahan kayu cendana ini kemudian dibawa menuju ke Sema Wayah. Di sana prerai ini juga di-mepasah-kan, yang bermakna dia yang di-aben-kan ini telah dimakamkan kembali untuk kedua kalinya. Sedangkan prerai berbahan daun lontar dibawa pulang oleh keluarga masing-masing. Prerai ini kemudian diletakkan di bagian ruangan rumah yang disebut amben tengah untuk selalu didoakan di sana selama setahun.

Baca juga: Berikut 5 Kebiasaan Cewe yang Bisa Membawa Maut

Baca juga: Misteri Patung Bayi Sakkah, Patung Keramat di Banjar Blah Tanah Gianyar Bali

Mitos lain juga mengatakan kalau mayat orang yang semasa hidupnya baik maka mayatnya akan cepat membusuk, demikian sedikit ulasan tentang Desa Trunyan yang bisa jadi referensi untuk untuk anda petualang misteri. (NN)

Editor: Putri
    Bagikan  

Berita Terkait