Mengulik Sejarah dan Filosofi Sate Lilit, Masakan Khas Bali

Kuliner —Selasa, 13 Jul 2021 17:38
    Bagikan  
Mengulik Sejarah dan Filosofi Sate Lilit, Masakan Khas Bali
Sate Lilit (Foto: Pinterest)

BALI, DEPOST BALI

Makanan satu ini pasti sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Sate lilit menjadi hidangan andalan yang sering diburu turis saaat mengunjungi Pulau Dewata. Istilah lilit dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia bermakna ‘membungkus’ seperti bentuk sate lilit yang memang dililitkan pada tusuk yang tebal dan lebar.

Baca juga: Keindahan Pantai Padang Padang Uluwatu di Bali dengan Pesona Alam yang Eksotis

Sate lilit awalnya berasal dari Klungkung. Akan tetapi, sekarang makanan ini mudah didapatkan di daerah Bali lainnya seperti Badung, Gianyar, dan Denpasar.

Dulu, sate lilit hanya dibuat dari daging babi dan ikan. Hal ini karena mayoritas penduduk Pulau Bali memeluk agama Hindu. Namun, kini sate lilit bisa dibuat dari daging sapi, ayam, atau bahkan kura-kura yang dicincang. Hal ini terjadi untuk memenuhi permintaan wisatawan tidak bisa makan daging babi.

Baca juga: Resep Makanan Enak dan Nikmat, Cara Membuat Ayam Ayam Kecap Santan

Ternyata, sate lilit merupakan makanan yang ada di dalam sesaji umat Hindu Bali pada upacara adat. Salah satunya adalah upacara adat Caru. Upacara adat ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam semesta. Selain itu, Caru juga diadakan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada dewa-dewa umat Hindu di Bali.

Baca juga: MotoGP - Quartararo: Motor Yamaha Tangguh di Semua Trek Lintasan

Dalam sesaji, dihidangkan sate lilit dalam jumlah ganjil. Umumnya sate lilit dihidangkan sebanyak 3 atau 5 tusuk. Sate lilit ini kemudian diikat menjadi satu dan diletakkan di anatara lawar yang merupakan simbol mata angina. Setiap arah mata angina dijaga oleh dewa-dewa. Ada 4 jenis lawar yaitu yaitu lawar hitam, putih, merah, dan hijau.

Baca juga: Hidden Canyon Beji Guwang Destinasi Wisata yang Tersembunyi Bali

Pada upacara besar, satelilit dibuat di balai desa dan dikerjakan oleh 50-100 orang pria. Semua pekerjaan, mulai dari menyembelih hewan, meracik adoanna, melilit daging, hingga memasak dilakukan oleh pria. Sate ini merupakan lambang kejantanan pria. Di masa lalu, orang akan mempertanyakan kejantanan seorang laki-laki jika tidak bisa membuat sate lilit.

Editor: Hasan
    Bagikan  

Berita Terkait