BALI, DEPOST BALI
Bali merupakah wilayah yang terkenal akan tradisi, seni, dan budaya yang sangat kental di kalangan masyarakatnya. Budaya yang telah berlangsung sejak dahulu kala dan secara turun-temurun ini tentu tidak lepas dari pengaruh pemerintahan Kerajaan Bali di masa lalu. Berikut ini adalah ringkasan mengenai sejarah kerajaan Bali.
Kerajaan Bali terletak di sebuah pulau kecil di sebelah timur pulau Jawa. Akibat lokasi yang berdekatan. Maka Bali memiliki hubungan yang erat dengan pulau Jawa. Kerajaan pertama yang berdiri di wilayah Bali adalah Kerajaan Bedahulu atau Bedulu. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-8 hingga ke-14 M dan berpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar.
Sejarah mengenai pemerintahan setiap raja dapat diketahui dan dipelajari melalui prasasti dan peninggalan lain yang berhasil ditemukan di masa kini. Berikut adalah deretan raja yang pernah memerintah di Kerajaan Bali beserta peninggalannya.
Baca juga: Makhluk Mitologi Yang Terkenal di Kalangan Masyarakat Bali
- Sri Kesari Warmadewa
Sri Kesari Warmadewa adalah raja pertama Kerajaan Bali dan merupakan pendiri Dinasti Warmawadewa. Sejarah mengenai Sri Kesari Warmadewa tertera di dalam Prasasti Blanjong yang bertuliskan angka tahun 914 M. Prasasti Blanjong menyebutkan bahwa Sri Kesari Warmadewa adalah seorang raja Buddha dari Dinasti Syailendra.
Prasasti ini juga mengisahkan bahwa Sri Kesari Warmadewa memimpin pasukan untuk mengalahkan musuhnya di daerah pedalaman. Sri Kesari kemudian mendirikan pemerintahan Buddha Mahayana di Bali dan memiliki istana yang berlokasi di Singhadwalawa.
- Dharma Udayana Warmadewa
Raja terkenal di Kerajaan Bali adalah Dharma Udayana Warmadewa. Udayana memimpin kerajaan bersama dengan Permaisuri Mahendradatta, putri Raja Makutawangsawardhana dari Kerajaan Medang, Jawa Timur. Pernikahan ini memberikan pengaruh baik bagi hubungan antara Bali dan Medang serta membentuk aliansi antar kedua kerajaan tersebut.
Semasa pemerintahan Udayana, Kerajaan Bali mencapai puncak kejayaannya terutama di bidang kebudayaan. Kebudayaan Jawa semakin berkembang di Bali, hal ini ditandai dengan penggunaan Bahasa Jawa Kuno dalam penulisan prasasti. Pembentukan dewan penasihat kerajaan juga merupakan adaptasi dari sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan di Jawa.
Baca juga: Mengenal Nama & Kasta Warga Bali
Permaisuri Mahendradatta meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Berdasarkan Prasasti Air Hwang, disimpulkan kalau Raja Udayana tetap memimpin kerajaan sendirian hingga wafat pada tahun 1011 M. Prasasti Ujung (Hyang) menyebutkan bahwa setelah wafat, Udayana dicandikan di Banuwka dan dikenal dengan nama Batara Lumah.
- Ratu Sri Ugrasena
Sri Kesari Warmadewa kemudian digantikan oleh Ratu Sri Ugrasena yang memerintah dari tahun 915-942 M. Pusat kerajaan Raja Ugrasena terletak di Singhamandawa. Selama pemerintahannya, Ratu Sri Ugrasena meninggalkan 9 buah prasasti. Prasasti peninggalan kerajaan Bali ini ditemukan di daerah Sembiran, Babahan, Batunhya, dan Pentogan.
Baca juga: Desa Jatiluwih Tabanan Bali, Desa Dengan Pemandangan Sawah Yang Mempesona
Prasasti-prasasti ini berisi pembangunan tempat suci dan berbagai kebijakan yang diterapkan di masa pemerintahannya. Raja Ugrasena mengatur tentang pembebasan pajak di daerah-daerah tertentu yang berada di bawah kekuasaannya. Sistem pemerintahan di masa Ratu Sri Ugrasena juga telah teratur dengan adanya pembagian tugas bagi para pejabat istana.
- Tabanendra Warmadewa
Setelah Ratu Sri Ugrasena wafat dan dicandikan di Air Mandatu, kepemimpinannya digantikan oleh raja-raja bergelar Warmadewa. Raja pertama dari Dinasti Warmadewa adalah Tabanendra Warmadewa. Masa pemerintahan raja ini dimulai dari tahun 955 M dan berakhir pada tahun 967 M.
- Jayasingha Warmadewa
Masa pemerintahan Jayasingha Warmadewa berlangsung pada tahun 967-975 M. Pada masa pemerintahannya, Jayasingha Warmadewa memerintahkan pembangunan pemandian dari sumber suci di Desa Manukraya. Pemandian ini diberi nama Tirta Empul dan terletak di dekat Tampaksiring.
Baca juga: Makna Kain Kotak-Kotak Hitam Putih di Bali
- Janasadhu Warmadewa
Janasandhu Warmadewa meneruskan kerajaan setelah Jayasingha Warmadewa pada tahun 975-983 M. Satu-satunya keterangan yang bisa diperoleh tentang raja ini adalah adanya pemberian anugerah raja kepada Desa Julah.
- Sri Wijaya Mahadewi
Sri Wijaya Mahadewi adalah seorang raja wanita yang berkuasa di tahun 983 M. Seorang ahli mengatakan kalau raja wanita ini berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Namun ditemukannya Prasasti Ratu Wijaya yang berisikan nama-nama jabatan yang lazim disebut dalam prasasti Jawa menimbulkan dugaan beliau adalah putri Empu Sindok dari Jawa Timur.
Baca juga: Mengulik Sejarah dan Filosofi Sate Lilit, Masakan Khas Bali
- Marakatta
Udayana dan Mahendradatta memiliki tiga orang anak yaitu, Airlangga, Marakatta, dan Anak Wungsu. Oleh karena Airlangga kemudian menjadi menantu Raja Dharmawangsa di Jawa Timur, maka selanjutnya Marakatta yang dinobatkan menjadi raja menggantikan Udayana.
Marakatta bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Masa pemerintahannya berlangsung sejak tahun 1011 hingga 1022 M, satu masa dengan Airlangga di Jawa Timur. Persamaan unsur nama dan masa pemerintahan menimbulkan asumsi dari seorang ahli sejarah, Stuterheim, bahwa Marakatta sebenarnya adalah Airlangga.
Baca juga: The Beauty of Padang Padang Uluwatu Beach in Bali with Exotic Natural Charm
Marakatta adalah raja terkenal di Kerajaan Bali yang sangat dicintai oleh rakyat karena sifatnya yang dermawan. Marakatta dijuluki sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi rakyatnya. Persamaan sifat, kepribadian, dan kepemimpinan antara Marakatta dan Airlangga makin memperkuat dugaan bahwa mereka adalah orang yang sama.
Persamaan antara Marakatta dan Airlangga kian terlihat dengan dibangunnya kuil candi Gunung Kawi di Tampaksiring. Kuil ini menunjukkan gaya candi yang serupa dengan kuil yang ada di Jawa selama periode Medang akhir.
Baca juga: Keindahan Pantai Padang Padang Uluwatu di Bali dengan Pesona Alam yang Eksotis
- Anak Wungsu
Anak Wungsu naik tahta menggantikan Marakatta dan diberi gelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wika. Peninggalan Anak Wungsu terdiri dari prasasti berjumlah lebih dari 28 buah yang tersebar di wilayah Bali Utara, Tengah, dan Selatan.
Anak Wungsu memerintah sejak tahun 1049 M hingga wafat pada tahun 1077 M. Raja ini dimakamkan di daerah Gunung Kawi, dekat Tampaksiring. Seiring dengan wafatnya sang raja, maka berakhirlah dinasti Warmadewa karena Anak Wungsu tidak memiliki keturunan.
Setelah Dinasti Warmadewa berakhir, maka Kerajaan Bali dipimpin oleh raja Jayasakti, Ragajaya, Jayapangus, Ekajalancana, dan Sri Asta Asuratna Bumi Banten. Sri Asta Asuratna Bumi Banten dianggap sebagai raja Kerajaan Bali terakhir sebelum akhirnya Bali ditaklukkan dan menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Hidden Canyon Beji Guwang Destinasi Wisata yang Tersembunyi Bali
Runtuhnya Kerajaan Bali
Ratu Pangeran Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Perdana Menteri Gajah Mada berambisi untuk menyatukan seluruh kepulauan Indonesia di bawah kepemipinan Kerajaan Majapahit. Dalam rangka mencapai ambisinya, Kerajaaan Majapahit kemudian mulai melakukan perluasan kekuasaan ke berbagai wilayah di Indonesia, tak terkecuali Bali.
Pada tahun 1342, seperti dikisahkan dalam naskah Babad Arya Tabanan, Pasukan Majapahit mendarat di Bali. Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Gajah Mada dan Arya Damar menyerang Bali hingga akhirnya Kerajaan Bali menyerah pada tahun 1343. Penaklukan yang dilakukan oleh Majapahit ini merupakan akhir dari sejarah Kerajaan Bali.
Baca juga: Hotel PI Bedugul Bali yang Sudah Terbengkalai dan Menyimpan Cerita Mistis
Meski Kerajaan Bali telah runtuh, namun peninggalannya masih dapat dijumpai hingga kini. Segala bentuk peninggalan ini adalah merupakan bukti mengenai keragaman budaya di wilayah Indonesia.