POSTPANGANDARAN,- Sri merasa itu adalah rasa sakit terhebat yang pernah ia rasakan.
Suara Sri menggelegar, mereka sama-sama berteriak. Namun, ada suara lain yang ia dengar. Suara eorang lelaki, ia tidak hanya berteriak, ia mencaci mai dengan suaranya yang gemetaran. Suara asing yang tidak diketahui dari mana datangnya.
Suara itu.. suara si pengirim santet. Kesakitan itu benar, membuat Sri tidak tahu apa yang harus ia gambarkan. Karena setelah sentakan itu nyawanya seperti ditarik. Saat itulah, Sri yakin melihatnya, Dela selama ini, menggendong seorang wanita. Ia memiliki perut buncit, hanya saja sosok itu tidak berkaki.
Selama itu juga, Sri melihatnya, sosok yang datang bertamu pada malam itu rupanya seorang lelaki. Sri tidak mengenal siapa lelaki itu. Hanya saa, si lelaki mengacak-acak kamar si Mbah. Namun tampaknya ia tidak mendapatkan benda yang ia cari, ia pun mengambil kain hitam itu.
Menukarnya. Ia hanya meninggalkan sebuah patek “peti mati” bertuliskan Atmojo, lalu pergi begitu saja. Sri menyadarinya. Kini, mereka terikat satu sama lain.
Santet sewu dino sebenarnya adalah santet yang tersambung satu sama lain. Nyawa dibayar nyawa. Lelaki itu, ia memliki sesuatu yang sama seperti Dela, kembar. Hanya saja, ia senantiasa berjalan dibelakangnya, kakinya panjang nyaris 2 kali tinggi si lelaki, ia terus meneris mengikutinya.
“Banarogo”. Sri terbangun, dengan kaki lumpuh. Ia melihat mbah tamin menatapnya. Didepannya, Dela berdiri. Meski berlumuran darah seperti Sri, Dela menatapnya dan membungkuk berterimakasih. Dini, hanya duduk, matanya kosong. Mereka semua sama, berbagi rasa sakit. Namun tidak bagi pengirim santet. Mungkin ia sudah rewash saat ini.
Baca juga: Resep Bola-bola Coklat Dibuat dengan Cara Sederhana
Mbah Krasa mendekati Sri, memberinya handuk untuk membersihkan badannya. Ia ikut menuntun Sri dan membasuhnya dengan air lalu mengantarkannya ke kamar, ia butuh istirahat sampai tubuhnya bisa pulih kembai.
Sri hanya diam saja, ia terus mendengar mbah Krasa bahwa si pengirim pantas mendapatkannya, atas perbuatannya selama ini, terhadap keluarganya.
Bahkan, mbah Krasa sudah berjanji, Sri akan mendapatkan sesuatu yang pantas. Uang bukan masalah baginya.
Setelah mbah Krasa selesai memandikan Sri, ia mengatarkannya ke kamar, untuk terakhir kalinya mereka saling tatap satu sama lain.
Sebelum akhirnya, mbah Krasa bersiap untuk pamit pergi. Namun Sri mengatakan “sing asline jahat, iku de’e opo njengengan mbah” (yang sebenarnya jahat disini, dia atau anda mbah?)
Ucapan itu membuat mbah Krasa menghentikan langkahnya. Tangannya yang tengah membuka pintu, kembali menutupnya, senyuman yang tadi terpancar diwajahnya kini pudar menatap wajah Sri yang penasaran.
“tau krungu gak Sri, pribahasa, gak eroh ngunu berkah tekan pengeran” (kamu pernah dengar? Pribahasa, ketidaktahuan adalah berkah dari tuhan)
Sri yang mendengar pun menegang..
(Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Manfaat Bunga Sedap Malam