DEPOSTBALI,- Entah tempat seperti apalagi, Sri merasa ia sedang dipersiapkan untuk sesuatu. Sesuatu yang lebih besar. Ketika Sri sedang mempersiapkan perbekalan yang akan ia bawa. Sri melihat Dini di luar pintu kamar, tempat ia beristirahat sebentar sebelum perjalanan berikutnya. Entah apa yang dilakukan Dini, membuat Sri akhirnya mendekatinya dan mempertanyakan apakah ada yang ingin dia sampaikan.
Wajah Dini pun tidak tertebak sama sekali. Namun, setelah dirasa ia cukup menahan diri, Dini berujar dengan suara gemetar. “Siji takan kene, sing bakal urip sampe iki mari, Sri sapurane nak aku bakal ngelakoni opo ae ben isok tetap urip (Satu dari kita yang akan tetap bertahan hidup sampai semua ini selesai, saya minta maaf, saya akan melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup).”
Ucapan Dini membuat Sri kebingungan. Apa yang ia ucapkan, darimana ia dengar. Setelah Sri menanyakan itu, Dini menunjukan telinga cacat dan berujar dengan nada yang lebih percaya diri.
“Sak durunge kupingku pedot, Dela mbisiki aku, siji sing bakal selamet kanggo kembang klitih (sebelum telingaku putus, Dela membisikkan sesuatu kepadaku, satu dari kita yang akan selamat untuk berbagi sari bunga dari sisa santet ini).”
Baca juga: Motor Listrik MAB Electro EL03 dengan Tampilan Modern
Sebuah mobil hitam yang Sri kenal barusaha masuk ke kediaman Atmojo. Sugih melangkah keluar. Sri dan Dini pun melangkah masuk. Setelah berpamitan dengan mbah Krasa, Sugih pun mengantar Sri dan Dini menuju tempat dimana Dela sekarang berada.
“Aku melok berduka ambik kancamu Sri, mbak Din (aku ikut berduka ya Sri dan mbak Dini),” kata Sugik. Tidak henti-hentinya ia memandang Sri dan Dini yang sejak pertama masuk tidak ada interaksi diantara mereka. Seakan memilih untuk diam bersama dan hal itu jelas membuat canggung keduanya.
Benar saja, sesuai dengan dugaan Sri sebelumnya, jalan yang mereka tempuh bukan jalan menuju alas itu. Melainkan jalan menuju ke luar kota menuju sebuah Desa. Karena ketika mobil masuk ke sebuah gapura. Suasana sepi dari kehidupan desa ketika malam langsung menyambut mereka.
Banyak rumah yang masih menggunakan gedek (bambu anyam) di samping kiri dan kanan. Setiap jengkal rumah, saling bejauhan. Dari dalam mobil, Sri hanya bisa mengamati bahwa tempat ini tidak berbeda jauh dari nuansa ketika mereka tinggal di hutan. Masalahnya, Sri belum melihat satu manusia pun di sini, seakan ini adalah sebuah desa mati.
Mobil masuk ke dalam gang. Dengan pemandangan yang sama, batu kerikil keras di sepanjang jalan menambah kesan bahwa Desa ini pasti desa pinggiran. Jauh darimana-mana dan ketika mobil berhenti. Saat itulah, Sri melihatnya.
Mbah Tamin tengah berdiri di sebuah rumah yang menyerupai gaya bangunan pondok dengan atap melebar. Rumah kayu jati menjadi corak bahan utama, seakan memberitahu Sri ini adalah tempat yang ia janjikan.* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Jadwal Pertandingan Australian Open 2022 Babak 32 Besar