DEPOSTBALI,- Lantas, apakah yang disembunyikan oleh Mbah Tamin?
Sri mencerititakan semuanya kepada Erna. Ia lalai dalam menjalankan tugasnya. Karena panik, ia membasuh Dela tanpa mengikat tali di kaki dan tangannya terlebih dahulu. Namun, karena ini, Sri menyadari, santet macam apa yang memasukan iblis sekuat itu hanya untuk menghabisi nyawa.
Sri jadi imgat cerita bapaknya di kampong. Bahwa santet bukanlah hal baru di sini. Namun untuk melaksanakan santet dibutuhkan kebencian yang melebihi akal. Bila benar, itu kebencian macam apa yang bisa dan setega ini dilakukan oleh orang. Hanya untuk mengambil nyawa dari anak yang tidak tahu apa-apa.
Namun dibalik semuanya, ini adalah kali pertama kali Sri melihat santet. Ada teka-teki, seakan ada yang ditutupi, pasti ada jawabannya, pasti ada jalan keluarnya. Namun, apa dan bagaimana Sri tidak tahu apapun dari keluarga ini dan kenapa anak ini sebegitu berharganya.
Hingga akhirnya Sri teringat “sewu dinone” (seribu harinya) kata Sri lirih, ia melirik dan menatap Erna. “Er, ojok ngomong awakmu lahir jumat kliwon (Er, jangan bilang kalau kamu lahir di hari Jumat kliwon).” Erna mendengarnya kaget “awakmu pisan? (kamu juga?).”
Sri merasa ngeri. Sekarang ia merasa tahu sesuatu. Namun, ada satu lagi yang harus ia cari kebenarannya, bila benar pertanyaan lengkap, begitupun jawabannya. Tidak hanya Dela yang hidup di ujung maut. Tapi, mereka bertiga, semua terjerat dalam satu garis weton yang sama.
Baca juga: Membuat Zupa Soup Gurih dan Lezat
Sejahat itu keluarga ini, untuk harga nyawa mereka semua. Lalu terdengar suara orang mengetuk pintu. Erna pun sama, ia langsung berdiri.
“Mbah Tamin mueh Sri, ayo takon mbah asu iku. Pokoke kudu di jelasno onok opo ambeh cah gendeng iki (mbah Tamin pulang Sri, ayo kita tanya orang tua itu, dia harus menjelaskan semuanya dan ada apa sana anak gila ini).”
Erna pergi. Sri baru ingat pesan mbah Tamin, ia langsung bergegas bersiap menghentikan Erna. Sri lari mengejar Erna. Untungnya, ia masih sempat mencengkram tangan Erna. Mereka terdiam di depan pintu rumah.
Suara letukan itu, terdengar lagi, setiap ketukannya terdiri dari tiga ketukan. Semakin lama, ketukannya semain cepat, semakin cepat, sampai tidak ada ketukan lagi.
Baca juga: Motor Listrik Davigo Forza Mirip Skutik Asal Eropa
Erna dan Sri saling berpandangan, bingung. Keheningan menenggelamkan mereka di dalam rumah itu. Sebelum ada sesuatu yang menggebrak pintu dengan keras hingga membuat mereka tersentak.
Mereka hanya diam, berusaha tidak bersuara. Lalu dari belakang ada seseorang melangkah masuk. Dini, melihat dua temannya terlihat kacau balau. Ia bingung kemudian berujar “Gak krungu Mbah Tamin nyelok ta, nadk di bukak lawange (kalian gak dengah mbah Tamin manggil, buka pintunya).”
“He ojok ngawor Koen” (heh jangan ngawur kamu),” celoteh Erna. Namun Dini memaksa, bahkan Sri yang memegang tangannya Dini, pelototi hingga akhirnya mereka mengalah.
Siapakah yang mengetuk pintu malam itu? Apakah benar Mbah Tamin sudah pulang?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)
Baca juga: Museum Haittabu Hadeby Viking, Tempat Pemukiman German Pada Pertengahan Abad