DEPOSTBALI,- Romusha merupakan kata yang tidak asing bagi warga Indonesia. Istilah Romusha ini kerap kali muncul di buku sejarah semasa kita sekolah.
Istilah Romusha dikenal pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Penjajahan ini berlangsung selama 3,5tahun. Dimulai dari tahun 1942 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Indonesia.
Romusha merupakan sebuah kebijakan pekerja paksa. Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh Jepang saat sedang menjajah Indonesia. Istilah Romusha ditujukan untuk orang-orang yang dipaksa bekerja berat di zaman penjajahan Jepang.
Secara garis besar, Romusha adalah salah satu kegiatan social Jepang yang berupaya mengumpulkan tenaga kerja paksa laki-laki melalui sebuah kepanitiaan yang disut dengan Romuyokai.
Setelah tiba di Indonesia, Jepang menyadari bahwa daerah bekas jajahan Belanda ini memiliki sumber daya yang melimpah. Semua ada, mulai dari besi, batu bara, minyak, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Membuat Nasi Campur Khas Bali, Cocok Jadi Menu Makan Siang
Dengan begitu, setelah Jepang berhasil mengusir Belanda dari Indonesia, mereka langsung memikirkan strategi untuk mempertahankan dan melindungi kekayaan Indonesia. Karena saat itu infrastruktur masih belum memadai, makanya mereka ingin membuat infrastruktur untuk mengamankan kekayaan itu.
Hal ini memang tidak asing bagi Indonesia karena sebelumnya ketika masih dalam era Kolonialisme Hindia-Belanda, ada kegiatan yang mirip yang disebut dengan kerja rodi atau kerja paksa yang pertama kali dicetuskan oleh Herman Willem Deandels.
Perbedaan dari Rodi dan Romush terletak di masa terjadinya dan oleh siapa kebijakan tersebut dibuat. Secara garis besar, konsep dari keduanya sama, yaitu untuk memaksa rakyat Indonesia bekerja untuk mereka.
Pada awalnya, perekrutan untuk kegiatan ini didasari dengan judul gerakan patriotic yang menunjukan bahwa seseorang berbakti kepada Indonesia yang katanya sedang direncanakan kemerdekaannya.
Para laki-laki di Indonesia ada yang sukarela dan ada juga yang secara paksa di rekrut dan dikirim ke camp pelatihan para Romusha. Disana, mereka dijanjikan makan yang enak, tempat tinggal yang layakm pelayanan kesehatan dan upah yang bagus. Ketika masih di camp yang dikelola oleh rakyar Indonesia, semua kebutuhan mereka memang terpenuhi dengan baik.
Namun siapa sangka, saat mereka dikirimkan oleh Jepang ke tempat kerjanya yang jauh dari kampong halaman, semuanya menjadi berubah. Mereka kerja bukan hanya di Indonesia melainkan di negara-negara lain, Jepang salah satunya.
Sudah merantau jauh dari rumah, mereka juga tidak mendapatkan apa yang menjadi hak mereka. Mereka tidak beri tempat tinggal yang layak, tidak dikasih perrawatan meskipun terkena penyakit menular, bahkan beban kerjanya sangatlah berat. Beberapa orang banyak yang menolak dan melarikan diri namun berakhir dikejar dan siksa oleh pihak Jepang.
Pada masa itu, Romusha seharusnya mendaatkan upah sebesar 0,40 gulden atau setara dengan 40 sen. Menurut Tan Malaka, jumlah segitu hanya mampu untuk membeli sebuah pisang. Tan Malaka juga menulis dalam salah satu tulisannya bahwa upah yang sangat kecil itu pun hanya hitam di atas putih. Kebenarannya, para pekerja Romusha tidak mendapatkan bayaran sepeser pun dari Jepang…(bagian 1) –zz-
Baca juga: Motor Listrik Ducati V21L in Borgo Vanigale yang Memiliki Kapasitas Baterai 18 kWh