Sewu Dino Bagian 18: Jejak Darah yang Bertebarah

Horror —Rabu, 9 Nov 2022 15:47
    Bagikan  
Sewu Dino Bagian 18: Jejak Darah yang Bertebarah
Sewu Dino Bagian 18.* (FOTO: Ilustrasi Pinterest)

DEPOSTBALI,- “Wong tuwek iku, rupane gak goblok yo (Orang tua itu, tidak bodoh ya),” kata Dela.

“Percuma, aku ra isok metu tekan alas iki (Percuma saja, ternyata, aku tetap tidak dapat keluar dari hutan ini),” Sri hanya diam.  Ia juga bingung harus melakukan apa.

“Wes cidek waktune, diluk engkas (Sudah dekat waktunya, sebentar lagi).” Kalimat terakhir Dela seperti memberi isyarat tentang sesuatu.

“Jek rong ngerti (Masih belum mengerti), rambut sing di culi kancamu iki, mbok piker opo (rambut yang di lepas temanmu, kamu pikir apa)? Rambut Dela,” Dela menjawab berteriak.

Sosok itu mengangguk.  “Teros,” mata Sri terbelalak mendengarnya. “Mbok pikir aku sengojo mbujuk awakmu to (Kamu pikir saya sengaja menipumu kan) jek rong ngerti pisan (masih belum mengerti juga).  Erna,” kata Sri.

Seketika itu, Dela tertawa. Ia tidak pernah melihat suara tertawa semengerikan itu. Sri akhirnya kembali ke rumah tanpa Dela. Langkah kakinya berat memikirkan semua kemungkinan yang Sri pikirkan dari tadi. Dan saat ini, ia masuk ke rumah, ia bisa melihat genangan darah.

Baca juga: Saksikan Tajwid Cinta, Sinetron terbarur di SCTV

Sri mengikuti jejak darah itu, yang berakhir di kamar mereka. Di sana, ia melihat Dini, menutupi wajah Erna dengan kain. “Erna mati Sri, muntah getih (Erna meninggal Sri, dia muntah darah).”

Sri bisa melihat wajah Erna, hidung dan bibirnya bersimbah darah.  Sama seperti patung yang Erna banting. Di bagian kepala si patung, hancur.  Sekarang ia tahu penyebab sebenarnya santet ini.

Sri akhirnya menjelaskan semuanya kepada Dini. Apa yang terjadi kepada Erna, apa yang terjadi kepada Dela.  Apa yang disembunyikan orang tua itu, dan apa yang tidak dikatakannya tentang pekerjaan ini.  Semua berujung pada pemindahan santet saja, karena mereka memiliki garis weton yang sama.

Sri mengambil boneka itu, menunjukannya kepada Dini. “Boneka iki, media kanggo nyantet Dela.  Dibulet rambute Dela ket awal, sopo sing wani mbukak rambut iki, kudu siap konsekuensi nompo santet’e Dela, masalah e, nek wong biasa seng buka, mek nekakno nyowo dados.”

(Boneka ini, media untuk mencelakai Dela.  Diikat rambut Dela sejak awal. Siapa saja yang berani membukanya harus siap menerima konsekuensi santetnya Dela. Masalahnya, bila orang biasa yang melakukannya, hanya akan mendatangkan kematian belaka).

“Bedo maneh ne sing mukak wetone podo karo Dela, yo iku kene, sisok mateni kene, isok ngeringano santet e Dela, aku yakin, boneka iki, gak mek siji, isok ono stelu sampe sepuluh, aku gak eroh din, tapi Erna wes dadi sawijine, kari awakmu karo aku.”

(Beda lagi bila yang membuka boneka ini sat ugaris weton dengan Dela, yaitu kta. Bisa membunuh, bisa meringankan beban untuk Dela. Aku yakin, bonekanya gak hanya satu, bisa tiga sampai sepuluh. Aku tidak tahu tapi Erna sudah menjadi salah satu korban bonekanya, berarti hanya tinggal kita).

Lalu, bagaimanakah nasib Sri dan Dini selanjutnya?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Baca juga: Avenis 125, Motor Futuristik Dari Suzuki

Editor: Laila
    Bagikan  

Berita Terkait