DEPOSTBALI,- Memasuki Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu Bali berbondong-bondong pamer karya Ogoh-ogoh yang dibuat untuk diarak sebagai budaya turun temurun yang dilestarikan.
Ogoh-ogoh menjadi sebuah pesta rakyat perayaan yang akan dipamerkan pada Hari Raya Nyepi oleh masyarakat Hindu Bali.
Di balik kengerian bentuk karya Ogoh-ogoh yang dibuat masyarakat Hindu Bali pada Hari Raya Nyepi tersebut, ternyata tersirat makna filosofis yang kuat dari budaya turun temurun tersebut yang menggambarkan tentang keburukan yang ada pada diri umat manusia.
Ogoh-ogoh sendiri merupakan sebuah karya tangan berbentuk boneka besar menyerupai monster jahat.
Pada umumnya, bahan-bahan seperti styrofoam, bambu, koran bekas, kain, cat, kawat besi, dan kayu digunakan dalam pembuatan boneka ini.
Proses pembakaran ogoh-ogoh terjadi setelah mereka diarak menuju sema atau tempat persemayaman umat Hindu.
Selanjutnya, Ogoh-ogoh yang telah diarak mengelilingi desa tersebut akan dibakar alias dihancurkan.
Makna filosofis Ogoh-ogoh
Boneka besar ini memiliki penampilan yang menyerupai makhluk hidup karena merupakan manifestasi Bhutakala menurut ajaran Hindu Dharma.
Bhutakala sendiri mewakili kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Baca juga: Tips Ganti Oli Motor dengan Baik dan Benar untuk Mempertahankan Kinerja Mesin
Pembuatan ogoh-ogoh awalnya merupakan bentuk kreativitas dan spontanitas masyarakat untuk memeriahkan upacara.
Namun, seiring berjalannya waktu, boneka besar ini menjadi bagian integral dari perayaan seperti pada Hari Raya Nyepi setiap tahun.
Bagi umat Hindu, Ogoh-ogoh menjadi lambang pengakuan akan kekuatan alam semesta dan waktu, yang terbagi menjadi dua jenis yaitu Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Kekuatan ini memiliki sifat yang bisa digunakan untuk merusak tapi juga mampu memperbaiki dunia.
Menghapus keburukan dalam diri manusia
Masyarakat Bali percaya bahwa Ogoh-ogoh mewakili sifat buruk dalam diri manusia.
Oleh karena itu, mereka membuat ogoh-ogoh sebelum perayaan Nyepi sebagai bentuk pengakuan dan pemurnian diri atas keburukan yang dimiliki.
Pasca boneka besar yang telah dibuat itu diarak mengelilingi banjar atau desa, mereka kemudian membakarnya sebagai simbol pemurnian diri dari sifat buruk.
Hal ini mempersiapkan umat Hindu untuk melaksanakan tapabrata pada Hari Raya Nyepi yang berlangsung di esok hari.
Tapabrata atau juga dikenal Tapa Brata yaitu istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada tindakan bertapa atau mengasingkan diri dari keramaian.
Dalam konteks perayaan Nyepi, tapabrata merupakan praktik untuk membersihkan diri dari sifat buruk dan memperkuat spiritualitas.
Dari penampilannya yang menyeramkan, ternyata perayaan budaya Ogoh-ogoh sebelum Hari Raya Nyepi memiliki makna filosofis yang tak terduga karena berkaitan dengan pengenalan keburukan diri manusia yang harus menjadi intropeksi setiap individu di masyarakat.*R
Baca juga: Kadek Ariel Dapat Pujian dari Stefano Cugurra Usai Kembali TC Timnas Indonesia Jelag Piala Dunia U20