Mainan Viral Ini Memiliki Sejarah yang Sangat Panjang, Simak Penjelasan Berikut Ini

Pendidikan —Sabtu, 7 Jan 2023 11:54
    Bagikan  
Mainan Viral Ini Memiliki Sejarah yang Sangat Panjang, Simak Penjelasan Berikut Ini
Lato-Lato.* (FOTO: Twitter)

DEPOSTBALI,- Saat ini permainan Lato-lato sudah sangat Populer di kalangan masyarakat. Bukan Hanya Anak-anak, namun permainan Lato-lato juga banyak digandrungi oleh orang dewasa, bahkan di media sosial pun sudah banyak beredar video yang memperlihatkan permainan ini menjadi sebuah perlombaan dan tidak tanggung-tanggung pesertanya pun juga selalu membludak. 

Namun, apakah kalian tahu, Lato-lato bukanlah permainan baru? melainkan permainan yang sudah sangat lama dan memiliki sejarah panjang. 

Jika dilihat, Permainan ini amat sederhana hanya menggoyangkan tangan untuk menggerakkan 2 bola sehingga menimbulkan bunyi khas “ketek -ketek”. Tapi jangan salah jika kamu tidak mahir dan sembarangan menggerakkan tangan tanpa memahami keseimbangannya bisa, bisa kepala menjadi korban. 

Lato-lato ternyata memiliki sejarah yang panjang, selain itu meski banyak dimainkan masyarakat Indonesia, lato-lato sebenarnya merupakan permainan impor dari Amerika Serikat. Di negara asalnya, permainan ini juga disebut sebagai clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, atau clankers.

Istilah-istilah tersebut merujuk pada benda yang sama, yakni dua bola yang dihubungkan dengan dua utas tali. Cara bermainnya pun persis sebagaimana lato-lato dimainkan di Indonesia. Ketika dimainkan, mainan akan memunculkan bunyi yang khas ‘clack-clack’. Bunyi tersebut kemudian mendasari penamaan mainan ini. 

Baca juga: Wagub Cok Ace Bersama Menparekraf Sandiaga Uno Sambut Wisman Pertama di Tahun 2023


Benda ini mirip dengan ‘bolas’, senjata berburu yang digunakan oleh para Gaucho atau penduduk di Pampas, Gran Chaco, dan Patagonia, Amerika Selatan. Pada mulanya, clackers dibuat sebagai alat untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata.

New York Times menerbitkan catatan pada Agustus 1971 yang menunjukkan adanya kejuaraan dunia clackers. Peristiwa bersejarah dari mainan ini berlangsung di Italia, tepatnya di desa Calcinatello, dekat Brescia.

Dimainkan sebagai kompetisi dunia, perlombaan ini pun diikuti oleh banyak peserta dari berbagai negara. Sebut saja Belanda, Belgia, Swiss, Inggris, hingga Kanada yang datang untuk membuktikan kemampuan mereka bermain clackers di mata dunia.

Permainan ini sempat menimbulkan kontroversi sekitar tahun 60 hingga 70-an. Pertama, karena suaranya dianggap mengganggu. Di samping itu, clackers juga menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua karena beberapa anak dilaporkan terluka akibat bermain clakers. 

Luka yang ditimbulkan tidak sekadar benjol karena kejedug bola, lho! Mainan clakers dianggap berbahaya karena dapat pecah menjadi serpihan tajam. Hal ini terjadi ketika anak semangat menggoyangkan tali sehingga bola-bola bertubrukan terlalu keras.

Risiko ini ada karena clakers zaman tersebut terbuat dari kaca temper. Bahan dasar yang demikian berpotensi pecah dan membentuk serpihan yang terlempar saat dimainkan. 

Baca juga: Melihat Penangkaran Penyu Hijau di Pulau Serangan Denpasar

Pada 1966, Food and Drug Administration bahkan mengeluarkan peringatan terkait bahaya clackers. Lembaga tersebut juga melakukan pengujian laboratorium guna mengetahui kecepatan gerakan dan potensi pecahan dari clackers.

Hasilnya, permainan ini pun dilarang karena dianggap mengandung bahan kimia maupun radioaktivitas serta mudah terbakar. Keputusan pelarangan yang diikuti penarikan produk dari pasaran ini didukung oleh banyak lembaga, termasuk Society for the Prevention of Blindness

Kepopuleran clackers secara internasional merambah ke Indonesia. Sekitar tahun 1990-an, mainan ini mulai dimainkan oleh anak-anak Indonesia. Bentuk mainnya pun tidak berubah, hanya saja tidak lagi menggunakan kaca temper, tetapi diubah dengan plastik polimer. 

Bahan ini dianggap jauh lebih aman dibanding pendahulunya. Meski demikian, permainan ini tetap berisiko pecah, tetapi dengan risiko partikel pecahan tidak membentuk proyektil layaknya kaca, melansir Quartz.

Kini, clackers di Indonesia lebih populer dengan sebutan lato-lato. Nama tersebut berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi ‘katto-katto’ di Makassar. Sementara di beberapa daerah di Pulau Jawa, permainan ini dulunya disebut ‘tek-tek’ sebagaimana bunyi. (RA)

Baca juga: Pesan Ilija Spasojevic Jelang Semifinal Piala AFF 2022

Editor: Laila
    Bagikan  

Berita Terkait